Headlines News :
Home » » SETELAH SUKSES, WHAT NEXT ?

SETELAH SUKSES, WHAT NEXT ?

Ditulis oleh: admin ,pada hari Rabu, 25 Januari 2017 | 22.05



Teman, semua meyakini bahwa sukses tak pernah mengenal pak Tarno. Sim salabim jadi apa, prok..prok..prok. Ada sejarah panjang yang kadang tak ter-cover ke hadapan khalayak. Orang hanya mengetahui bahwa si A, si B sekarang telah sukses disebut sebagai orang sukses. Hehe..ribet kan?

Para ilmuwan yang menemukan berbagai benda yang membantu kehidupan kita sehari-hari pun tidak serta merta mendapatkannya begitu saja. Diam..merenung..cling..jadi deh magicom. Tidaklah. Ada perjalanan berliku untuk bisa demikian.

Contoh sederhana lainnya, proses pembuatan nugget. Saya pernah memproduksi nugget rumahan beberapa waktu yang lalu. Berbekal semangat untuk menyediakan makanan sehat di rumah, sayapun penasaran untuk membuatnya sendiri. Anak saya banyak..penggemar nugget. Ya..hitung-hitung penghematan juga kaan..

Jadilah perburuan resep itu dimulai. Googling mestinya. Wee... ternyata banyak sekali resep pembuatannya. Saya mencobanya satu persatu. Di resep pertama, kalau dibisniskan mungkin nggak jadi untung secara materi. Minim tepung tapi boros daging..hihi. Bentuknyapun mungil-mungil. Hm... jadi semakin penasaran kan, bagaimana sih, bisa membuat seperti yang dijual kemasan itu? Minimal mirip lah..hehe.

Hunting resep lagi. Coba lagi. Baik bahan campuran maupun bumbunya. Begitu berkali-kali. Pernah jadi nugget yang keras..hehe. Usut punya usut, ada bahan yang overload.

Finally, setelah trial and error beberapa kali, ketemu juga rasa yang pas dan nendang. Indikasinya? Anak-anak dan teman-temannya yang saya minta menjadi tester bolak-balik makan tak henti-henti..hehe.. Enak, katanya.

Walhasil, nuggetpun dikemas, dijual dalam event-event tertentu. Dalam pengemasannyapun tidak langsung menemukan konsep yang fiks. Ada proses trial and error juga. Berbagai jenis plastik saya coba. Termasuk membeli alat perekat denfan berdaya listrik. Pernah juga memesan plastik kemasan pada seorang teman. Ribet memang. Tapi terasa nikmat.

Ada contoh lain lagi terkait sukses. Lebih sederhana daripada proses ber-nugget ria. Pernah membuat telur ceplok? Saat masih kecil dulu, nyeplok telur buat saya bagaikan mengikuti buggy jumping. Hihi..lebay ya. Tapi..begitulah. Sama-sama memacu adrenalin.

Minimnya ilmu dan keberanian membuat saya selalu mengambil posisi "ancang-ancang" setiap nyeplok telur. Takut lah, terkena cipratan minyak panasnya. Padahal, semakin jauh, justru semakin tinggi pantulan minyaknya ya..hehe.

Teman..
Semua itu memanglah bagian dari satu aktifitas yang bernama BELAJAR. Yaitu upaya menambah pengetahuan dan skill dari yang sudah dimiliki sebelumnya. Tidak gampang menyerah; menjauh dari putus asa; selalu tumbuhkan rasa penasaran dan tidak puas sekaligus haus akan ilmu serta memupuk cita untuk membuat sejarah bagi kehidupan sendiri merupakan serentetan syarat yang harus terus menempel dalam jiwa seorang pembelajar. Bidang apapun itu.

Kita meyakini,belajar merupakan suatu bentuk proses. Sedangkan proses itu bagian dari sukses. Kadang sukses itu samar kita rasakan. Sebagaimana proses pembuatan nugget tadi. Yang dirasakan dan dialami terkesan proses terus-menerus yang tak pernah habis. Barulah, setelah merenung sejenak..

Lho..kok kinerja saya bisa lebih cepat dari saat awal saya membuat ya ? Lho..kok rasanya bisa nendang ya?

Teman..jika sudah demikian, berarti kita telah mengantongi sukses kecil itu. Kumpulkanlah. Jangan biarkan ia berserakan. Karena sukses besar merupakan kumpulan dari sukses-sukses kecil.

Setelah itu, setelah menjadi bagian dari sukses, what next ?

Hm..banyak pilihan, teman. Dari yang mencukupkan, memotivasi mereka yang belum sesukses kita, bahkan mem-bully; baik secara halus maupun terang-terangan. Really? Iya lah.

Namun, sebagai orang sukses berjiwa besar, tentunya kita akan memilih yang kedua. Karena mencukupkan berarti menghentikan ikhtiar untuk lebih sukses lagi. Mem-bully berarti merendahkan orang lain dan menganggap diri kita jauh lebih baik.

Dari sudut pandang politik yang keras dan dinamis, sindir-menyindir dan bullying itu seperti "makanan" sehari-hari para pelakunya. Meski sebenarnya ada cara berpolitik yang lebih elegan.

Dari kacamata pendidikan, wah..bullying itu pelanggaran banget. Mengkritik dan "maido" upaya seseorang yang sedang belajar hanya akan menjatuhkan mentalnya.

Ketika suatu saat, anak saya yang masih TK menggambar dan menunjukkannya pada saya sembari bertanya, "Bagus kan, mi?" Kalau saya menilainya dari sudut pandang saya sebagai orang dewasa, pastilah akan saya bilang JELEK. Rumah kok terbang, gentingnya lancip, pintu dan jendelanya tidak proporsional. Dan bisa dipastikan, setelah itu anak saya akan kapok menggambar rumah. Kalaupun mau, ia akan selalu konsultasi tentang banyak hal. Lebih pada kekhawatiran takut salah dan dikritik habis-habisan.

Ini menunjukkan minimnya apresiasi kita terhadap perjuangan seseorang. Anak sekecil itu, mampu membayangkan bentuk rumah secara komplit, memilih warna, berusaha mewarnai dengan susah payah melatih motorik halusnya, lha kok masih disalahkan. It's unfair, bukan?

Ada lagi adiknya si mbak yang masih 3,5th. Makan sendiri. Walhasil, nasinya berceceran lah di lantai. Tapi biarlah. Kita perlu mengapresiasi upayanya untuk mandiri dan belajar skill makan. Ya, hargai tugas perkembangannya. Itu akan membuat mereka semakin terpacu untuk menciptakan sukses-sukses baru.

Jadi, belajar memang bisa tentang apa saja dan di mana saja. Yang punya sosmed, bisa dimanfaatkan untuk belajar jualan online, mengasah kemampuan IT, menulis, berpendapat, berkomunikasi, dll. Namanya belajar, trial and error adalah sunnatullah. Yang penting, tidak kapok. Sekalipun ada kritik pedas yang menghampiri.

Status facebook kok isinya cuma curhatan, misalnya. Atau, status kok malah jualan. Atau posting foto aktifitas. Atau menuliskan pengalaman berkesan. Atau berisi kabar dari dunia politik.

Lah..suka-suka si empunya akun lah. Mau diisi apa. Ibarat rumah, adalah hak si pemilik untuk mendisain, mengecat dan mengisi perabot sesuai seleranya. Mau tembok dicat antimindstream semacam loreng atau tutul-tutul..(masih ingat kan, belasan atau bahkan puluhan tahun lalu ada trend menggambari tembok dengan alat khusus dan rerata mengambil motif batik?). Lalu pagar rumahnya dicat hijau pupus yang dikombinasi dengan orange ngejreng, terserah yang punya rumah, bukan. Kalau buat dia bagus, apa hak kita untuk melarang? Meski memang mengganggu pemandangan..dan tiba-tiba menimbulkan sakit mata.

Kalau berani, silakan beri masukan. Dan inipun butuh ilmu tersendiri. Adab mengkritik. Tak sekedar menegur. Kalau tidak, cukupkanlah dengan mencari jalan alternatif..atau tetap melewati rumah tersebut dengan banyak beristighfar.

Teman..
Tawadlu' setelah sukses itu memang tidak mudah. Karena kaitannya dengan hati yang memang mudah terbolak-balik. Ini adalah ujian kenikmatan. Atas ilmu dan skill yang dimiliki. Waspada adalah niscaya. Karena setan tak akan pernah relakan kita tinggalkannya.



رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ.



Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi. (QS. Ali Imran : 8) 


ditulis oleh : (NAF)
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

Info Baru

Info Baru

Taujih Rabbani


Buku Tamu

FB Like

 
Support : Creating Website | FB
Copyright © 2021. PKS WONOGIRI - All Rights Reserved
copyright @2020 PKS Wonogiri