Matahari bergeser meninggalkan
singgasana kebesarannya ketika acara Halal Bi Halal DPD PKS Wonogiri diakhiri
dengan doa. Adzan asar siap menyambut kepergiannya. Ribuan kader dan
simpatisan, perlahan tapi pasti mengair bah, keluar dari berbagai pintu aula
joglo di salah satu sudut Kota Gaplek itu. Diiringi gelegar nasyid yang berpadu
dengan langgam Jawa dan tembang kenangan milik Koes Plus, lautan manusia itupun
terpecah di kompleks parkiran. Tingglah lokasi acara tergolek dalam sunyi.
Kursi plastik beraneka warna yang
tertata rapi, sofa empuk di bagian depan, background acara berlatarbelakang
putih dan tulisan warna kuning, serta tiang-tiang penyangga joglo penuh ukiran
bermakna tersebut telah menjadi saksi atas kerja keras sebuah tim sukses. Ya,
teamwork.
Ketika rerata massa menyebut
kehebohan acara sepanjang siang. Ketika sebagian bersorak saat snack dan makan
siang dibagikan. Ketika semua orang berkata: selamat dan sukses atas
extraordinary programnya.
Namun, ada yang terlupa. Bahwa
segala kehebohan, gebyar dan permainan rasa yang disajikan tak bisa lepas dari
sebuah proses akbar. Rencana dan persiapan. Mengamalkan ilmu dari para
motivator dunia. Bahwa suksesnya sebuah perencanaan menyiratkan terencananya
sebuah kesuksesan.
Di sinilah ujian hati itu
digelar. Ketika kerja-kerja sunyi ditebar. Siapa yang mendekor ruang utama.
Siapa yang akan menghadiahkan tepuk tangan meski mereka harus rela membuka mata
hingga pagi menjelang, saat para peserta terlelap dalam sebuah harapan. Keluarga
hanya dititipi pesan: bu, nak, ayah malam ini tidak pulang. Ada amanah besar
harus ditunaikan.
Siapa yang akan mencari tahu
penanggungjawab konsumsi yang disedoakan. Saya belum dapat, mas, mbak. Itu yang
biasa dilontarkan. Jika rasa, ujud dan porsi cocok di lidah, barulah senyum
terkembang. Namun tak jarang kernyitan wajah dimunculkan, tatkala semua tak
mengundang selera tuk habiskan. Sembari berbisik halus,"Kacange kurang
empuk."
Pun pasukan keamanan. Selintas,
tim ini hanya terlihat jalani posisi sebagai tukang parkir semata. Lupa. Bahwa
tanggung jawabnya luar biasa besar. "Toh nyawa", orang Jawa bilang.
Selalu waspada dalam segala kondisi, tidak boleh lengah saat yang lain
menikmati acara. Siap siaga. Namun, siapa yang akan memandangnya sebagai tugas
beresiko tinggi?
Bagian perijinanpun menjadi
bagian dari korp tim pekerja dalam sunyi ini. Khalayak seolah hanya perlu
memastikan lokasi acara. Segera dipastikan. Tanpa kucuran empati pada upaya
kerasnya menembus dinding birokrasi dengan lobi-lobi.
Tim Acara, Seni budaya, bendahara dan tim media
menambah panjang daftar keanggotaan tim senyap ini. Orang merasa kurang
berkepentingan untuk mengetahui proposal acara dan pernik-pernik
keadminiatrasian sekaligus pengelolaan dananya. Siapa di balik penulisan berita
fenomenal yang menggemparkan media hingga menjadi viral pun tak begitu urgen.
Pencetak gambar "berbicara" nan ekspresif pun bukan menjadi sesuatu
yang penting untuk dibahas.
Tim senyap bekerja dalam sunyi.
Amalkan konsep ikhlas yang sebenarnya. Di saat berjuta orang berlomba terkenal
di sosmed, tim ini justru bekerja tanpa suara. Diam. Hanya resah yang
berbicara: belum berupaya maksimal, belum bisa bersihkan hati. Nanar melihat
orang lain terseok menjaga hati. Takut jika berbagai rasa yang tak semestinya
ada justru meraja.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !