Ada kegelisahan yang begitu menghantui seorang Kartini. Rasa
yang dikemas secara positif sehingga mampu mengantarkannya pada sebuah cita.
Goal setting. Tak sekadar dirutuki sendiri atau bahkan menghancurkan sendi
kehidupan yang ia tegakkan. Gelisah yang produktif.
Rupanya, kegelisahan ini pulalah yang menjadi indikasi
keberadaan sebuah masalah. Ada sesuatu yang belum didudukkan sebagaimana posisi
seharusnya. Tentu hal tersebut akan mendatangkan kekhawatiran. Ibarat bayi
berusia 9 bulan yang ditidurkan di tempat tidur setinggi 1 meter. Lengah
sedikit saja pasti akan berguling.
Inilah yang mustinya dimiliki seorang perempuan. Peka
terhadap permasalahan yang mengitari kehidupannya. Tak sekadar peka saja namun
mampu menerima dan menyibaknya. Melahirkan perjuangan pantang menyerah untuk
mencari jalan tengah dan solusi nyata. Karena perempuan dikaruniai rasa yang
lebih dominan. Hingga melahirkan sikap welas asih, luwes, dan tangguh.
Belajar dari Kartini berarti pula menyemai jejaring yang
indah. Komunikasi dan hubungan yang terjalin baik antara dirinya dengan
Abendanon pada akhirnya memunculkan inspirasi besar bagi kehidupan manusia.
Tanpa hubungan yang terjaga baik, belum tentu mimpi besar seorang Kartini bisa
dinikmati oleh banyak pihak. Karenanya, perlu bagi perempuan untuk menjalin
relasi seluas mungkin. Tentu bukan sembarang relasi juga ya, melainkan relasi
yang mendatangkan vibes positif.
Saling berbagi inspirasi.
Ada satu hal yang perlu digarisbawahi. Apapun profesi,
posisi, dan kondisi perempuan baik berada di peran domestik maupun publik,
masih jomblo maupun menikah, punya anak satu ataupun banyak, mereka tetaplah
sosok hebat. Setiap kondisi pasti diuji dengan permasalahannya masing-masing.
Di situlah ketangguhan perempuan diuji. Ada beberapa pilihan dalam menyambut
masalah. Berdiam diri dan memendam, melarikan diri dari masalah atau tetap
standby dan menghadapinya dengan tegar.
Yang tidak bisa dilupakan begitu saja adalah peran lelaki di
samping perempuan hebat tersebut. Saat belum menikah, ia terdefinisi sebagai
ayah. “Pacar pertama” bagi seorang anak perempuan. Figur pelindung, pengayom,
dan tempat bermanja. Jika fungsi tersebut tidak bisa berjalan dengan baik maka
sedikit banyak akan membawa dampak bagi masa depan Sang Putri.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !